Antologi Puisi Karya Chairil Anwar || TATA PETRONELA

 

taktiktuk.ga

Aku

 Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
 
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
 
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
 
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri
 
Dan aku akan lebih tidak peduli 
Aku mau hidup seribu tahun  lagi
 
Maret 1943

 

Diponegoro

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali 
Dan bara kagum menjadi api
 
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
 
MAJU
 
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
 
Sekali berarti
Sudah itu mati.
 
MAJU
 
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
 
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
 
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
 
Maju.
Serbu.
Serang.
terjang
 
Februari 1943
 

Krawang-Bekasi

 Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
 
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
 
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
 
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawa
 
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
 
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
 
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
 
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
 
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
 
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
 
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
 
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
 

 Baca Juga: Puisi Ibu

Sia-Sia

 Penghabisan kali itu kau datang
membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
 
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
 
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
 
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
 

Derai-Derai Cemara

 
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
 
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
 
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
 

Senja di Pelabuhan Kecil

 
Kepada Sri Ajati 
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
 
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
 
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempar, sedu penghabisan bisa terdekap


Doa

 Kepada pemeluk teguh
 Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
 
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
 
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
 
Tuhanku
 
aku hilang bentuk
remuk
 
Tuhanku
 
aku mengembara di negeri asing
 
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
 

Tak Sepadan

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kimpoi, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.
 
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pinti terbuka.
 
Jadi baik juga kita pahami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggak rangka.
 
Februari 1943


Sumber | gasbanter.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama